Selasa, 23 November 2010

PERKEMBANGAN IKLAN CETAK DAN MAJALAH

Teknologi percetakan, di paruh pertama abad ke-19 meskipun telah ada mesin cetak berkapasitas besar, secara umum masih menggunakan alat cetak ‘hand press’. Hal itu terlihat dari pelbagai kulit buku, poster dan surat kabar, masih terlihat dominan menggunakan ‘huruf deret’ . Dalam periklanan penggunaan huruf semacam itu dikenal sebagai iklan baris yang mengkomposisikan pelbagai jenis huruf. Baru pada tahun 1870 gambar atau ilustrasi mulai diterakan dalam media cetak, meskipun dalam bentuk piktograf atau simbol. Gambar-gambar atau piktograf tersebut disertakan sesuai dengan tema iklan ataupun informasi yang ingin disampaikan. Sedang ilustrasi atau kulit muka buku, telah berkembang dalam bentuk tata muka yang lebih lengkap, seperti penggunaan huruf, gambar dan warna. Bentuk iklan surat kabar ataupun majalah yang mengandung unsur grafis seperti teks, ilustrasi, identitas usaha dan tata letak yang lebih modern, baru terlihat sekitar tahun 1880, antara lain iklan produk parfum dan perlengkapan rias merk ‘Ed Pinaud’ buatan Perancis yang dimuat pada surat kabar Pemberita Betawi tanggal 9 Januari 1886, tanggal 5 November 1907 dan tanggal 5 Maret 1908.(Riyanto, 2000:132)
..
Gambar 1. (a) Mesin cetak merk ‘Faber & Schleider’ yang diduga diimpor pertama kali di wilayah Hindia Belanda di abad ke-19; (b) Beberapa media cetak yang terbit di paruh kedua abad ke-19 hingga tahun 1920-an.

Sejalan dengan hal di atas, teknologi percetakan juga mengalami perkembangan. Hal tersebut ditandai oleh penggunaan klise dari bahan logam, seperti timah, kuningan, tembaga, karet, serta bahan ‘nylon print’ kemudian banyak dipergunakan oleh percetakan besar, di antaranya percetakan Albrecht & Co di Batavia. Kemajuan teknologi percetakan dan usaha penerbitan, meningkatkan pula kreativitas para perancang grafis iklan surat kabar, majalah dan ilustrasi perbukuan. Secara khusus perusahaan periklanan besar ‘Aneta’ dan ‘Excelsior’ mendatangkan perancang grafis dari negeri Belanda, yaitu Frist Adolph Oscar van Bemmel. Ia dikenal sebagai seorang juru gambar, desainer poster, desainer produk, ilustrator dan kartunis, selama di Indonesia yang berdomisili di Bogor dan Jakarta. Bemmel bekerja di biro iklan ‘Aneta’. Beberapa karyanya dimuat di majalah ‘De Reflector’ (1918), ‘De Zweep’ (1922,1923) dan ‘De Java Bode (1926), dan Cornelis Van Deutekom. Ia dikenal sebagai seorang pelukis, juru gambar, desainer poster, dan seniman iklan. Ia datang ke Indonesia pada tahun 1920-an dan bekerja di beberapa surat kabar Jakarta, Surabaya dan Malang. Karya-karyanya dapat dijumpai pula di majalah ‘De Zweep’, ‘D’Orient’ (1922 dan 1923), serta karya kartunnya dimuat majalah ‘De Java-Bode’ dan mingguan ‘De Nar’ (1929,1931,1932).

Perkembangan desain grafis memperlihatkan kemajuan teknik maupun gaya visual yang lebih modern pada awal abad ke-20. Hal tersebut dapat dicermati pada pelbagai perkembangan poster film, pengumuman, iklan, kemasan maupun karya cetak lainnya,

Kurang lebih dua dekade setelah kemerdekaan, teknologi percetakan di Indonesia baru meningkat dengan hadirnya mesin cetak web offset, yang dipergunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1969 untuk mencetak koran Harian Merdeka. Tetapi rintisan sebelumnya dengan menggunakan teknologi cetak tinggi (Rotasi Duplex) sejak tahun 1950-an dan merupakan bukti bahwa terapan proses produksi grafis modern telah dimulai. Beberapa karya cetak perangko, uang, poster, majalah bahkan buku, merupakan bukti-bukti nyata bahwa teknologi modern telah dicoba, baik karya grafis yang dikerjakan di dalam negeri maupun karya grafis yang dikembangkan dengan berkerja sama dengan pihak lain di luar negeri. Pada awal tahun 1970-an sejalan dengan pertumbuhan kebudayaan ‘Pop’, berkembang pula majalah bagi kaum muda, seperti ‘Aktuil’, ‘Ditektif Romantika’, ‘Stop’, ‘Zaman’, ‘Gadis’, dan sebagainya yang memiliki pangsa pasar luas di kalangan remaja. Majalah musik ‘Aktuil’ di samping menyajikan perkembangan musik pop, juga menyajikan ilustrasi-ilustrasi alternatif yang diadopsi dari gaya ‘Pop Art’ dan ‘Pschydelic Art’. Majalah ‘Aktuil’ merupakan perintis permainan ungkapan rupa melalui teknik susun tipografi, dan juga perintis poster cetak berwarna dalam ukuran besar.


.. ..
Gambar 4. (a) Kulit muka buku ‘Pahlawan Kemerdekaan’ (1953); (b) Kulit muka buku pelajaran sekolah; (c) Kulit muka majalah ‘Ragi Buana’ tahun 1960-an.
Pada tahun 1980-an, sejalan dengan pertumbuhan profesi desain grafis, dibentuk IPGI (Ikatan Perancang Grafis Indonesia) adalah satu wadah profesional beranggotakan para pendidik desain maupun profesional. Dalam dekade tersebut tumbuh biro pengiklan (advertising) besar seperti ‘Matari’, ‘Fortune’, ‘Pro-Ad’, ‘Cabe Rawit’, ‘Artek’, ‘Indo-Ad’, ‘Citra Lintas’, ‘Cipta Citra’, ‘Pelita Alembana’, ‘B &B’, ‘Ad-Force’, ‘Citra Link’, ‘Adwork’, dan sejumlah biro iklan besar lainnya.

Dunia periklanan sebagai bagian dari ajang bisnis besar, merupakan wilayah yang paling subur dan potensial bagi pengembangan profesi desain grafis. Mengingat kebutuhan yang tinggi di masyarakat akan profesi ini, maka profesi desain grafis mengalami pelbagai percepatan kemajuan dan perluasan usaha. Terutama ketika penggunaan komputer grafis semakin populer di masyarakat pada awal tahun 1990-an. Alternatif pembuatan desain iklan maupun karya grafis semakin menunjukkan kualitas cetak yang meningkat. Gaya visual yang diadopsi oleh iklan dan karya grafispun semakin beragam dan lebih bersifat multi-kultural dan lintas gaya yang berkembang di pelbagai belahan dunia.

Hingga awal tahun 1990-an, ketika siaran televisi swasta belum hadir, iklan cetak masih merupakan usaha besar dunia biro iklan. Demikian pula desain iklan cetak cenderung untuk menginformasikan pelbagai produk, pesan persuasi maupun tampilan yang mudah diingat. Fenomena tersebut dapat diamati pada pelbagai jenis iklan cetak yang memenangkan Citra Pariwara sejak tahun 1988 hingga tahun 1996. (Cakram,1997 :29-37)
Kemudian ketika siaran televisi swasta mulai memantapkan diri sebagai siaran alternatif setelah radio dan TVRI, dunia iklan Indonesia mulai bergeser ke arah iklan media elektronik, disusul oleh tumbuhnya rumah-rumah produksi (produsen iklan multimedia). Pada tahun 1998, ketika Indonesia berhadapan dengan krisis ekonomi, dunia iklan mengalami penurunan mendekati 60 persen dari tahun sebelumnya. Jika pada tahun 1997, belanja iklan nasional telah mendekati Rp.2,1 triliun maka pada tahun 1998 belanja iklan nasional hanya berkisar Rp 860 milyar. Namun demikian jumlah media cetak justru menunjukkan kenaikan yang besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Keterlibatan perusahaan iklan multi nasional dengan modal asing yang kuat, memicu pertumbuhan gaya visual dalam iklan cetak semakin beragam, beberapa di antaranya mengadopsi gaya Pop-Modern dan ‘Posmodern’ yang sedang populer di pelbagai media cetak dunia.
..
Gambar 5. (a) Sejumlah karya iklan di tahun 1980-an sebagai nominator pemenang penghargaan iklan terbaik ‘Citra Pariwara’ dengan sejumlah gaya visual Pop-Modern; (b & c) dua buah iklan dalam majalah Trolley yang terbit akhir dekade 1990-an dengan gaya visual Posmodern.

Sumber :  http://dgi-indonesia.com/pergeseran-nilai-estetis-pada-desain-karya-cetak-indonesia-di-abad-ke20-studi-historiografi-pada-iklan-cetak-dan-kulit-muka-buku/

posted by : Windy

1 komentar:

  1. Did you know that you can earn cash by locking special pages of your blog / site?
    Simply join AdWorkMedia and embed their content locking widget.

    BalasHapus