Selasa, 09 November 2010

Sejarah IPGI (Ikatan Perancang Grafis Indonesia)
Sejarah IPGI-Upaya Menumbuhkan Apresiasi
Desain grafis Indonesia tahun 1970-an

Desain grafis sebagai suatu kegiatan sudah diketahui sejak abad ke-17, sejalan dengan mulai digunakannya mesin cetak oleh pemerintah Hindia-Belanda, tetapi istilah desain grafis sendiri barangkali baru mulai dikenal pada awal 1970-an, saat dua sekolah seni rupa tertua di Indonesia, ITB dan STSRI Asri, memisahkan jurusan desain grafis (graphic design) dari seni grafis (graphic art). Di STSRI Asri, menjadi jurusan seni reklame dan seni ilustrasi grafik yang dikelompokkan sebagai seni terpakai (applied art), untuk membedakannya dengan kelompok seni murni (fine art), seperti seni lukis, seni patung dan seni grafis. Lulusan dari kedua perguruan tinggi ini pun disebut desainer grafis. Kala itu, sebagian besar desainer grafis bekerja sebagai karyawan di perusahaan penerbitan (buku, majalah atau koran), perusahaan periklanan, percetakan, atau freelance. Ada juga yang memilih spesialisasi tertentu dan bekerja, misalnya di perusahaan packaging (PT GURU) dan perusahaan uang (PERURI).
            Tahun 1976, Matari Advertising merintis pemisahan desainer iklan (khusus above-the-line) dan desainer grafis (khusus below-the-line). Desainer grafis saat itu rata-rata masih merangkap sebagai art director atau creative director. Kalau desainer iklan menjadi mata rantai terakhir dari proses panjang terciptanya sebuah iklan sebelum ditampilkan di media, desainer grafis bisa saja menjadi satu-satunya mata rantai atau mata rantai utama terciptanya sebuah karya desain grafis.
            Akhir 1970-an dan seterusnya, tumbuh perusahaan-perusahaan desain grafis yang sepenuhnya dipimpin oleh desainer grafis. Berbeda dengan biro iklan, perusahaan-perusahaan ini mengkhususkan diri pada desain-desain non-iklan, beberapa di antaranya adalah Vision (Karnadi), Grapik Grapos (Wagiono, Djodjo Gozali, S Prinka dan Priyanto S), Citra Indonesia (Tjahjono Abdi dan Hanny Kardinata) dan GUA Graphic (Gauri Nasution). Di Bandung sebelumnya sudah ada design center Decenta yang didirikan pada tahun 1973, antara lain oleh AD Pirous, T Sutanto, Priyanto S, yang menangani beragam produk desain grafis, mulai sampul buku, kartu ucapan, logo, kalender, pameran dan elemen estetis gedung. Pertumbuhan usaha di bidang desain grafis ini seiring sejalan dengan perkembangan sekolah-sekolah desain grafis, misalnya di Jakarta berdiri LPKJ (1976) dan Trisakti (1979).
            Tapi sampai pada masa itu, masyarakat pada umumnya masih belum mengerti sepenuhnya apa pekerjaan seorang desainer grafis, walau mereka bisa melihat produk-produk desain grafis di mana saja di sekeliling mereka. Orang juga tidak peduli atau tidak merasa perlu tahu siapa sosok di balik penciptaan berbagai barang yang mereka lihat atau pegang, apalagi menghargainya sebagai karya seni.

Jakarta 1980. menjelang berdirinya IPGI
Pada tanggal 16-24 Juni 1980 di Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis, jalan Menteng Raya 25, Jakarta diselenggarakan pameran desain grafis oleh tiga desainer grafis Indonesia: Gauri Nasution, Didit Chris Purnomo dan Hanny Kardinata, bertajuk “Pameran Rancangan Grafis ‘80 Hanny, Gauri, Didit”. Pameran ini membawa misi utama memperkenalkan profesi desainer grafis ke masyarakat luas serta memamerkan kekuatan desain grafis modern dalam dunia perwajahan kita. Pameran ini tercatat sebagai pameran desain grafis pertama di Indonesia yang diadakan oleh desainer-desainer grafis Indonesia (“Pameran Rancangan Grafis Hanny, Gauri, Didit – Mau Merubah Dunia”, Agus Dermawan T, Kompas, 25 Juni 1980, hal. 6). Beberapa pameran seni grafis memang pernah diadakan tetapi bukan pameran desain grafis, sementara pameran-pameran desain grafis yang sebelumnya pernah diadakan mengusung karya desainer-desainer dari luar Indonesia. Sesuai dengan misi yang disandangnya, pameran ini menyodorkan bukan saja hasil akhir dari berbagai produk desain grafis seperti logo, tipografi, layout majalah, ilustrasi, poster, sampul buku, sampul kaset dll. tetapi juga proses kreatif serta proses cetaknya. Pameran yang diadakan di sebuah pusat kebudayaan ini juga menyiratkan keinginan para senimannya agar karya-karya mereka diapresiasi sebagai sebuah karya seni.
            Pada saat yang hampir bersamaan dengan persiapan pameran ini diadakan juga pertemuan-pertemuan intensif di antara para desainer grafis (saat itu masih terbatas pada mereka yang tinggal dan bekerja di Jakarta dan Bandung) untuk mempersiapkan didirikannya sebuah wadah/organisasi bagi para desainer grafis Indonesia. Organisasi yang akhirnya terbentuk pada tanggal 25 April 1980 itu diresmikan pada tanggal 24 September 1980 dengan nama IPGI (Ikatan Perancang Grafis Indonesia) bersamaan dengan diselenggarakannya sebuah pameran besar bertajuk “Grafis ‘80” di Jakarta.

IPGI lahir dari gagasan beberapa desainer grafis yang merasa perlu adanya sebuah wadah menggalang kekuatan untuk menyatakan eksistensi mereka, agar masyarakat menjadi lebih apresiatif terhadap karya-karya desain grafis. Pertemuan demi pertemuan yang awalnya terbatas pada mereka yang tinggal dan bekerja di Jakarta dan Bandung dan diadakan di jalan Padalarang 1-A, Jakarta (kantor majalah “Visi” almarhum), lambat-laun menumbuhkan semangat kekeluargaan yang meniadakan batas-batas official di antara mereka, bahkan membuat isu paling crucial waktu itu – ITB vs Asri atau Yogya vs Bandung – terkikis habis. Dalam salah satu pertemuan, para peserta mendaulat Sadjiroen (alm.), perancang mata uang RI kawakan, agar membubuhkan tulisan tangannya untuk dipakai sebagai logo IPGI.
            Memasuki perumusan AD/ART, kode etik, program kerja, kepengurusan, dsb, diputuskan untuk membentuk Badan Pendiri yang terdiri dari 9 orang: Sadjiroen, Sutarno, Suprapto Martosuhardjo, SJH Damais, Bambang Purwanto, Chairman, Wagiono, Didit Chris Purnomo dan J Leonardo N. Mereka lalu merumuskan program kerja dan membentuk pengurus sementara (PS) untuk melaksanakannya. PS terbentuk pada tanggal 25 April 1980 dengan susunan:

Ketua:             Wagiono
Wakil Ketua:  Karnadi (alm.)
Sekretaris 1:   Didit Chris Purnomo
Sekretaris 2:   J Leonardo N
Bendahara:    Hanny Kardinata
Dibantu beberapa koordinator bidang:
Pameran:        FX Harsono, S Prinka (alm.)
Publikasi dan Buletin:           Tjahjono Abdi (alm.)
Hubungan Masyarakat:       Agus Dermawan T
Dokumentasi dan Perpustakaan: Helmi Sophiaan (alm.)
Pendidikan dan Ceramah:   Hanny Kardinata

Lima bulan kemudian (24 September 1980), IPGI memproklamasikan kelahirannya dalam sebuah pameran perdana bertajuk Grafis’80 yang berlangsung hingga tanggal 30 September 1980 di Wisma Seni Mitra Budaya, Jalan Tanjung 34, Jakarta yang diresmikan oleh Joop Ave (yang bersama AD Pirous dan SJH Damais merupakan trio penasehat IPGI). Antusiasme 47 peserta pameran terlihat dari membludaknya jumlah karya yang dipamerkan, hingga nyaris memenuhi seluruh pelosok gedung. Hampir semua jenis produk desain grafis bisa dijumpai, mulai karcis parkir, kemasan biskuit, kwitansi, layout koran, bahkan kantong semen menyadarkan pengunjung awam bahwa benda-benda yang setiap hari mereka lihat di sekeliling mereka itu merupakan hasil kerja desain grafis. Bukan hanya hasil akhirnya, tapi untuk beberapa produk seperti perangko dan uang kertas juga diperagakan gambar aslinya sebelum dicetak. Pengunjung juga bisa menyaksikan proses bagaimana sebuah sampul kaset atau bungkus obat bisa terjadi, atau bagaimana sebuah film animasi iklan dibuat, yang memang ditujukan untuk menjawab tanda tanya mengenai mengapa yang demikian ini disebut seni. “Seseorang pasti tak sadar bahwa setiap hari ia sebenarnya mengantongi benda seni di sakunya. Benda itu adalah uang. Uang itu seni, karena sebelum ia keluar dari bank, ia dirancang dahulu oleh seorang seniman. Di Jakarta, setiap hari disebarkan jutaan barang seni. Barang itu adalah: karcis bis. Siapa sadar bahwa benda itu seni? Pameran itu seolah menyadarkan kita, bahwa seni tak hanya yang bisa kita tonton dalam pertunjukan formal saja, tapi juga pada yang melekat dalam kehidupan sehari-hari kita” (‘Pameran Grafis ‘80 – Karcis Parkir, Uang Kertas sampai Karung Semen’)


Created by: Dewi Dian Natalia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar